RSS
0

Arsitektur Transisi di Nusantara dari Akhir Abad 19 ke Awal Abad 20

Abstrak

Arsitektur transisi biasanya berlangsung sangat singkat, sehingga sering terlupakan dalam catatan sejarah (arsitektur). Meskipun demikian bentuk arsitektur transisi yang berlangsung cukup singkat tersebut sangat menarik untuk dipelajari, karena arsitektur transisi pada hakekatnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sejarah perkembangan arsitektur secara keseluruhan. Bentuk arsitektur transisi yang dibahas kali ini adalah bentuk arsitektur di Hindia Belanda dari akhir abad 19 sampai awal abad ke 20. Dan yang menjadi obyek studi adalah arsitektur pada komplek militer Belanda di Jawa. Bentuk arsitektur ini sering lepas dari perhatian kita. Hal ini disebabkan karena dua hal. Yang pertama adalah minimnya dokumentasi waktu itu. Yang kedua dikarenakan waktunya sangat singkat sekali (antara 20 sampai 30 th). Tulisan ini akan membahas bentuk arsitektur peralihan tersebut.

Kata kunci: arsitektur kolonial, arsitektur transisi.

Untuk mendapatkan Jurnal ini secara penuh, silahkan klik di sini.

Download
Read more
0

Arsitek, "Out of Box Thinker"

"Living in changing world, a need for creative minds", suatu kutipan yang sangat berkesan, ketika saya menghadiri acara wisuda salah satu sekolah bisnis yang memiliki peringkat "Excellent Bussiness Schools". Kutipan dari Sofyan Djalil, Ph.D itu memang dirasa sebagai suatu kesadaran bagi berbagai bidang ilmu. Teringat akan santapan kita sehari-hari, mungkin hampir setiap hari kita dihadirkan dengan berbagai macam acara di televisi yang begitu menariknya. Mulai dari talkshow "Opera van Java" sampai dengan acara serial yang mendunia "Ugly Betty".

Tapi apakah Anda memperhatikan hal lainnya selain sang tokoh utama? Mulai dari susunan acara, kostum, settingan interior bahkan sampai dengan detail pembicaraan yang harus diucapkan pun seluruhnya melalui proses editing. Lebih jauh lagi, kita lihat bahwa ada proses desain di dalamnya. Detail demi detail dipikirkan untuk menciptakan sesuatu yang unik dan terbaik.

Kemasan. Itu yang pertama kali terlintas dalam benak. Bila kita telusuri kembali, sesuatu yang pernah ada kita sajikan kembali dengan settingan baru, pemeran baru, bahkan dengan mencampuradukkan berbagai skenario menjadi suatu yang "aneh". Kita bisa lihat karya-karya seniman Andy Warhol, di mana dengan foto-foto selebriti dan tokoh dunia seperti Marilyn Monroe, Albert Einstein bahkan tokoh kantun legendaris Mickey Mouse diedit dan dimodifikasi dengan kombinasi warna sehingga menciptakan gaya baru antara dunia foto, lukis, dan cetak yang ekstrem sama sekali.

Tidak pernah dibayangkan memang sebelumnya. Mungkin bila orang biasa-biasa saja yang melakukan itu, mungkin dianggap sebagai "kesalahan" atau "kegilaan". Tetapi dengan kemasan nama besar Andy Warhol, itu semua disajikan dengan "kegilaan" yang tidak dimiliki oleh setiap orang dan ini menjadi suatu kemasan cantik dan mengundang decak kagum.

Kembali ke dunia arsitektur dan interior, seperti kita lihat sekarang. Kreativitas desain dan ide-ide unik sering kali muncul dari para "fresh graduated" atau bahkan dari kalangan mahasiswa. Kelangkaan kreativtas kadang kala disebabkan oleh periode sebelumnya, kita dihadapkan praktik "creative killer". Pak Sofyan Djalil mengatakan "We are what we were", sering kali kita tertutup dan bahkan menutup diri terhadap perkembangan, proses "learn" dan "relearn" adalah suatu proses yang harus dilakukan oleh semua orang pada semua bidang.

Market Indonesia merupakan "good market" dari suatu produk kreatif. Terbukti dari "launching product" Nokia Communicator dan Blackberry di Indonesia yang begitu meledak.

Dalam dunia arsitek, seorang arsitek diharapkan menjadi seorang "enterpreneur" atau saudagar (dalam bahasa Indonesia), dan menurut Pak Jusuf Kalla, seorang saudagar harus banyak akal dan kreatif. Kita bisa lihat bagaimana kebudayaan dan tradisi bangsa ini mulai "diganggu", kita bersusah payah dan menjadi "triger" untuk menjadikan batik sebagai konsep utama di berbagai bidang desain, bukan hanya fashion, tapi juga arsitektur.

Bagaimana Iwan Tirta menciptakan "house of batik" yang sangat spektakuler. Out of the box, mungkin menjadi suatu kutipan yang sangat tepat untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Keberanian untuk menciptakan konsep yang diperbaharui sudah bukan lagi dianggap sebagai plagiator atau penjiplak. Sah-sah saja, dengan konsep yang sudah dikenal, diangkat kembali dengan konsep yang "totaly different".

Kita bisa lihat arsitek, I.M Pei dengan "the piramide"-nya di kompleks Museum The Louvre, yang pada akhirnya menjadi ikon yang mengalahkan ketenaran bangunan The Louvre itu sendiri. Menghidupkan kembali bangunan purba piramid dalam elemen kaca yang sangat berkesan modern dan berteknologi tinggi. Salah satu contoh nyata dari arsitek yang berprinsip "long life learner" dan menjadi suatu pemikiran dan proses belajar yang tidak berkesudahan. (Erwin H. Hawawinata, dalam Kompas 29/12/2009)
Read more